Senin, 31 Maret 2014

Tulisan Softskill

OJK Revisi Aturan Penilaian Kesehatan Bank Syariah
Perbankan syariah diberikan kesempatan menyampaikan self assesment ke OJK.
 
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah merevisi peraturan mengenai penilaian tingkat kesehatan di perbankan syariah. Kepala Departemen Perbankan Syariah OJK Edy Setiadi mengatakan, revisi aturan ini akan rampung pada awal bulan depan.

“Awal April (2014) akan keluar,” katanya di Jakarta, Kamis (6/3).

Edy mengatakan, aturan ini merupakan perubahan dari PBI No. 9/1/PBI/2007 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah. Selain OJK menilai tingkat kesehatan perbankan syariah tersebut, dalam aturan ini nantinya juga terdapat pemberian kesempatan bagi perbankan syariah untuk menyampaikan self assesment nya kepada OJK.

Edy mengatakan, penyampaian self assesment dari perbankan syariah kepada OJK selaku regulator merupakan hal yang baru dari perubahan aturan ini. “Jadi bank syariah akan memonitor dirinya sendiri sejauh mana dia ratingnya,” tuturnya.

Atas dasar itu, lanjut Edy, bank syariah akan membandingkan tingkat kesehatannya tidak hanya sesama bank syariah saja. Melainkan juga membandingkan dengan bank konvensional lainnya. “Apakah dia sudah efisien atau belum, apakah CAR-nya (Capital Adequacy Ratio) atau rasio kecukupan modalnya sudah cukup atau belum.”

Ia mengatakan, penilaian tingkat kesehatan dengan cara self assesment merupakan tantangan tersendiri bagi perbankan syariah. Tujuan aturan ini agar ke depan perbankan syariah dapat lebih baik lagi.

“Ini prinsipnya tidak akan jadi kendala bagi bank syariah, karena bank syariah itu penilaian tingkat kesehatannya saat ini sudah menggunakan rating juga,” katanya.

Dalam revisi ini, kata Edy, tingkat CAR tidak diatur. Menurutnya, yang diatur dalam aturan ini mengenai kualitas permodalan dari perbankan syariah itu sendiri. Namun, pengaturan terkait kualitas permodalan tersebut akan diatur di akhir peraturan. Menurutnya, dalam aturan ini juga akan dijelaskan mengenai prudential meeting atau pertemuan antara regulator dengan bank syariah.

Edy mengatakan, prudential meeting tersebut bertujuan untuk meningkatkan performance perbankan syariah itu sendiri. Dalam pertemuan tersebut, OJK selaku regulator akan berdiskusi dengan pihak bank syariah dan membicarakan penilaian tingkat kesehatan yang dikeluarkan oleh masing-masing pihak.

Atas dasar itu, kata Edy, hasil penilaian yang diterbitkan OJK tidak akan selalu benar. Melalui pertemuan ini, OJK dan perbankan syariah berdiskusi untuk mengkoreksi variabel mana saja yang belum masuk penilaian. Sebaliknya, self assesment yang diberikan perbankan syariah juga belum tentu tepat menurut OJK.

“Karena setelah berdiskusi ada beberapa variabel-variabel kita yang kurang kontrol memahaminya. Misalnya di lapangan ternyata lain, itu bisa saja terjadi dalam prudential meeting,” tutur Edy.

Dalam perbankan syariah, CAR yang ideal harus di atas level 14 persen. Menurutnya, dengan CAR yang tinggi maka angka Non Performing Finance (NPF) atau kredit bermasalah di bank syariah akan semakin rendah juga.

Sementara itu, Direktur Utama BNI Syariah Dinno Indiano menyambut baik upaya OJK untuk merevisi aturan mengenai penilaian tingkat kesehatan perbankan syariah tersebut. Ia mengatakan, tujuan dari aturan tersebut agar kredit bermasalah pada perbankan syariah tidak tinggi.

“Sekarang NPF 1,87 persen, jadi tidak ada issue,” pungkasnya.
 
 
 
Opini :
 
Maka dengan adanya revisi revisi guna mendapatkan solusi yang paling tepat untuk membuat suatu aturan aturan yang harus diikuti oleh bank syariah. Dengan adanya revisi dan perbandingan antara kesehatan bank syariah dengan bank konvensional lainnya maka akan muncul suatu standarisasi mengenai kesehatan bank. Belajar dari kesalahan jika suatu bank kesehatannya diragukan maka OJK wajib untuk turun langsung untuk mengatasi masalah yang ada di bank tersebut, karena mau bagaimanapun kesehatan suatu bank maka akan berpengaruh pada uang dari para nasabah bank tersebut.